Masih berdasarkan keterangan resmi SBM ITB, hal ini merupakan dampak konflik berkepanjangan setelah Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mencabut hak swakelola SBM ITB tahun 2003 tanpa pemberitahuan dan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
Diketahui sebelumnya, pada 2 Maret 2022 jajaran dekanat SBM ITB yang dipimpin Dekan SBM ITB Utomo Sarjono Putro, Wakil Dekan Bidang Akademik Aurik Gustomo dan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Reza A Nasution sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada Rektor.
Baca Juga: Akselerasi Vaksinasi se-Indonesia, Kapolri Sebut Sebagai Upaya Persiapan Pandemi Menjadi Endemi
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik terkait pencabutan hak swakelola SBM ITB tersebut. Termasuk pertemuan Forum Dosen SBM ITB dengan Rektor ITB beserta para wakil rektor yang digelar pada 4 Maret 2022.
Akan tetapi, dari pertemuan tersebut masih belum membuahkan hasil.
Jann Hidajat sebagai perwakilan FD SBM ITB mengatakan, dari hasil pertemuan tersebut disimpulkan Rektor ITB tidak lagi mengakui dasar-dasar atau fondasi pendirian SBM ITB yang tertuang dalam SK Rektor ITB Nomor 203 tahun 2003.
“SK ini memberikan wewenang dan tanggung jawab swadana dan swakelola pada SBM ITB sebagai bagian dari ITB, yang selama 18 tahun telah berjalan dan berhasil membawa SBM ITB pada tingkat dunia, dengan diperolehnya akreditasi AACSB,” tutur Jann Hidajat.
Pencabutan swakelola ini, lanjut Jann, otomatis telah mematikan roh dan sekaligus meruntuhkan ‘bangunan’ SBM ITB, raison d'etre yang menjadi alasan kehidupan dasar eksistensi SBM ITB sebagai sebuah sekolah yang inovatif dan gesit serta lincah.
Masih dikatakan Jann, diketahui bahwa saat ini Rektor ITB sedang membuat sistem terintegrasi yang seragam dan berlaku bagi semua fakultas atau sekolah di ITB. Walaupun faktanya, lanjut dia, masing-masing fakultas memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda.