Susi Pujiastuti: Izin Ekspor Pasir laut Harus Dibatalkan demi Menjaga Dampak Buruk Lingkungan

1 Juni 2023, 19:01 WIB
Ilustrasi penambangan pasir laut. Mantan Menteri Kelautan Susi Pudhiastuti ingatkan ancaman besar menunggu dengan kebijakan Pemerintah RI membuka kran ekspor pasir laut. /Twitter Enviro/

SUMEDANG BAGUS - Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, berharap agar Presiden Joko Widodo membatalkan izin ekspor pasir laut. Alasannya adalah karena Susi yakin kebijakan tersebut akan berdampak buruk pada lingkungan dan menyebabkan kerugian di sektor lingkungan.

Menurut Susi, saat ini perubahan iklim sudah sangat terasa, dan ia berpendapat bahwa penambangan pasir laut akan memperburuk kondisi perubahan iklim di Indonesia.

“Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut,” kata Susi

Pada tanggal 15 Mei 2023, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dalam peraturan tersebut, terdapat ketentuan terkait ekspor pasir laut yang diatur dalam Bab IV dan Pasal 9 tentang pemanfaatan. Pasal 9 Nomor 1 menjelaskan bahwa hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan meliputi pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur.

Baca Juga: Tarif Tol Cipularang -Padaleunyi Naik Mulai 5 Juni Mendatang

Kemudian pada Pasal 9 Nomor 2 berbunyi: 2. Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut berupa pasir laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:

a. Reklamasi di dalam negeri;

b. Pembangunan infrastruktur pemerintah;

c. Pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha; dan/atau

d. Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Hari Lahir Pancasila, Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum Berharap Penataran P4 Kembali Diadakan

Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digunakan untuk rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada lokasi berdasarkan dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).

“Rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan kewajiban Pelaku Usaha,” tulis Peraturan Pemerintah (PP) pasal 9 sebagaimana dikutip

Kemudian di Pasal 10 dijelaskan, pelaku Usaha yang akan melakukan Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut wajib memiliki Izin Pemanfaatan Pasir Laut.

Lalu, Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut dan Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut berupa pasir laut dilakukan melalui pengambilan, pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan atau penjualan Hasil Sedimentasi di Laut.

Baca Juga: Ridwan Kamil Berharap Tol Cisumdawu Segera Dioperasikan Penuh

Selanjutnya, penjualan hasil sedimentasi laut berupa pasir laut dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan.

Izin usaha pertambangan untuk penjualan akan diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan di bidang mineral dan batubara, atau oleh Gubernur sesuai kewenangannya, setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 10 dalam Peraturan Pemerintah tersebut, pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi berupa lumpur dilakukan melalui pengambilan, pengangkutan, dan/atau penggunaan hasil sedimentasi di laut.

Baca Juga: 27 Perempuan Jawa Barat Mendapatkan Penghargaan

Pasal 11 menyebutkan bahwa pelaku usaha yang melakukan pembersihan hasil sedimentasi di laut wajib memperhatikan dan menjamin berlanjutnya kehidupan dan mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi pembersihan, serta menjaga keseimbangan dan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu, akses masyarakat sekitar lokasi pembersihan juga perlu diperhatikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan tersebut.***

Editor: Achmad Wirahadi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler