Cek Fakta: Tenaga Medis yang Berikan Status Positif Covid-19 ke Pasien Dapat Insentif Ratusan Juta

- 5 Agustus 2020, 12:43 WIB
Jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Cimahi mulai menjalani swab test untuk mendeteksi kasus corona virus disease (Covid-19) secara bertahap, Senin 3 Agustus 2020.
Jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Cimahi mulai menjalani swab test untuk mendeteksi kasus corona virus disease (Covid-19) secara bertahap, Senin 3 Agustus 2020. /Pikiran-Rakyat.com/Ririn Nur Febriani/

PR SUMEDANG – Covid-19 atau virus corona hingga saat ini masih melanda sebagian wilayah dunia termasuk Indonesia.

Sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret 2020 silam, jumlah kasus virus corona terus mengalami peningkatan.

Sejak merebaknya pandemi telah banyak informasi palsu yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya alias hoaks.

Baca Juga: Umumkan Rencananya untuk Pensiun, Bos Ford Motor Jim Hackett Kenalkan Penggantinya

Berdasarkan laporan terbaru yang dikutip oleh pikiranrakyat-sumedang.com dari akun Instagram Jabar Saber Hoaks beredar narasi pada aplikasi percakapan WhatsApp.

Adapun isi narasi tersebut mengatakan jika memberi status positif Covid-19 ke pasien, para tenaga medis akan mendapatkan insentif hingga ratusan juta rupiah.

Berdasarkan penelusuran dalam akun resmi Instagran Jabar Saber Hoaks seperti dikutip oleh pikiranrakyat-sumedang.com, narasi yang beredar tersebut nyatanya menyesatkan.

Baca Juga: TWICE Siap 'Comeback' Tahun Ini

Dalam laporan Jabar Saber Hoaks, insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang berjuang melawan Covid-19 di garda terdepan berdasarkan Kepmenkes yakni untuk dokter spesialis sebesar Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta serta tenaga medis lainnya Rp5 juta.

Menurut Humas Persi Anjari Umrijianto mengatakan Tudingan bahwa rumah sakit memanipulasi diagnosis demi mendapat insentif pemerintah sama sekali tidak masuk akal.

Proses pencairan klaim biaya perawatan Covid-19 harus melalui verifikasi berjenjang.

Baca Juga: Khawatir Covid-19, Rafael Nadal Putuskan Tak Ikuti US Open 2020

"Kementerian Kesehatan punya semacam panitia antifraud. Jadi tahapan untuk dibayarkan ke rumah sakit itu panjang dan sangat ketat," katanya.

Dari hasil penelusuran tersebut, narasi yang mengatakan tenaga medis yang berikan status positif Covid-19 ke pasien mendapatkan insentif ratusan juta dari pemerintah masuk dalam kategori Misleading Content.***

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

BERI STATUS POSITIF COVID-19 KE PASIEN, PARA TENAGA MEDIS DAPAT INSENTIF RATUSAN JUTA DARI PEMERINTAH [MISLEADING CONTENT] Berdasarkan aduan yang masuk ke Tim Jabar Saber Hoaks. Beredar narasi di aplikasi percakapan Whatsapp, jika memberi status positif Covid-19 ke pasien, para tenaga medis akan mendapatkan insentif ratusan juta rupiah. [CEK FAKTA] Setelah kami melakukan penelusuran diketahui jika narasi yang beredar tersebut menyesatkan. Dikutip dari persi.or.id Insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang berjuang melawan Covid-19 di garda terdepan berdasarkan Kepmenkes yakni untuk dokter spesialis sebesar Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, serta tenaga medis lainnya Rp5 juta. Sementara itu mengutip dari Tirto.id. Menurut Humas Persi Anjari Umarjianto, tudingan bahwa rumah sakit memanipulasi diagnosis demi mendapat insentif pemerintah sama sekali tidak masuk akal. Proses pencairan klaim biaya perawatan COVID-19 harus melalui verifikasi berjenjang. Pertama oleh BPJS Kesehatan. Proses ini bisa memakan waktu hingga tujuh hari. Kemudian, BPJS Kesehatan menyetor berita acara verifikasi ke Kementerian Kesehatan. "Kementerian Kesehatan punya semacam panitia antifraud. Jadi tahapan untuk dibayarkan ke rumah sakit itu panjang dan sangat ketat," kata Anjari. Alih-alih "tertimpa durian runtuh" sebagaimana dikira banyak orang, rumah sakit justru mengalami penurunan kunjungan pasien non COVID-19 sebesar 60-70 persen, berdasarkan survei pada April lalu. Akibatnya, kas rumah sakit mengering. Di sisi lain, biaya operasional membengkak karena harus menyediakan ruang isolasi, alat kesehatan, alat pelindung diri, dan alat lain. "Artinya tidak ada keseimbangan antara penerimaan rumah sakit dan cost-nya, yang terjadi cash flow terganggu," kata Anjari. [CEK FAKTA] https://bit.ly/314kWeZ https://bit.ly/2EoF7wf https://bit.ly/335U7tm

A post shared by Jabar Saber Hoaks (@jabarsaberhoaks) on

Editor: Billy Mulya Putra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x