“Regulasi mengenai minuman beralkohol minimal harus mengatur empat hal di antaranya ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan,” tuturnya.
Sekum Muhammadiyah juga menyebutkan 3 hal lainnya yang harus diatur dalam undang-undang minol yaitu kriteria batas usia minimal yang boleh mengonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal, serta tata niaga atau distribusi yang terbatas.
Baca Juga: Beri Bantuan Masker di Acara Pernikahan Putri Rizieq Shihab, Satgas Covid Ungkap Alasannya
Selain Sekum Muhammadiyah, Wasekjen MUI, KH Rofiqul Umam Ahmad juga mendesak regulasi minol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas, sebagaimana dilansir dari Antara.
“Dalam pandangan Islam, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan, orang kalau sudah minum-minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saja yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan.
Baca Juga: Komentari Sejumlah Pegawai KPK yang Mengundurkan Diri, Fahri Hamzah: Beda dengan LSM atau Perusahaan
“RUU Minol itu tidak untuk menguntungkan Islam saja karena nantinya ada pengecualian penyesuaian untuk setiap agama dan kepercayaan,” ujar Rofiq.
Menurut Wasekjen MUI, inti dari RUU minol agar peredaran minuman beralkohol lebih terawasi sehingga tidak merugikan banyak kalangan.
“MUI sejak 2017 sudah membahas masalah tersebut dan merancang materi yang mendalam," ujarnya.