Waduh, Ujaran Kebencian Selama Masa Kampanye Pemilu 2024 Meningkat

- 12 Februari 2024, 22:25 WIB
Zoom meeting yang diselenggarakan Monash University dan AJI tentang peningkatan ujaran kebencian
Zoom meeting yang diselenggarakan Monash University dan AJI tentang peningkatan ujaran kebencian /Istimewa

Peneliti Monash, Derry Wijaya menjelaskan metode dan serangkaian proses pemantauan. Pemantauan ujaran kebencian tersebut melewati lima tahapan yakni diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk mengetahui permasalahan dan mengumpulkan kata-kata ujaran kebencian untuk digunakan sebagai kata kunci pengumpulan data. Selanjutnya melalui pengumpulan data dari tiga platform media sosial, anotasi manual oleh 17 anotator dari perwakilan kelompok minoritas, pemodelan dengan pembelajaran mesin, dan visualisasi data.

Riset tersebut mengelompokkan ujaran kebencian dalam enam kategori, yakni serangan terhadap identitas, hinaan, ancaman/hasutan, kata-kata kotor, seksual/vulgar, dan lainnya. Sebuah teks, apalagi yang panjang, dapat mengandung lebih dari satu kategori ujaran kebencian sehingga peneliti menghitung semua kemungkinan kategori yang ada dalam satu teks.

Hasilnya, kategori serangan terhadap identitas mendominasi bentuk ujaran kebencian sebanyak 123.968, hinaan 104.664, kata-kata kotor 42.267, ancaman/hasutan 39.153 teks, seksual/vulgar 3.528 teks, dan lainnya 5.665 teks. Serangan terbanyak menimpa kelompok Yahudi sebanyak 90.911 teks. Kemudian kelompok disabilitas  sebanyak 4.6278 teks, Tionghoa 9.563 teks, LGBTIQ 7.262 teks, lainnya 5.587 teks, Kristen & Katolik 4.755 teks, Syiah 1.214 teks, dan Ahmadiyah 55 teks.

Ujaran kebencian terbanyak ditujukan terhadap kelompok Yahudi karena peristiwa serangan Israel di Gaza. Adapun, kelompok disabilitas menunjukkan percakapan intens tentang buta hukum, tuli terhadap suara rakyat, yang menekankan konteks kecacatan hukum dan kecacatan demokrasi.

Unggahan ujaran kebencian terbanyak muncul di X sebanyak 120,381 unggahan atau 66,1 persen. Kemudian Facebook sebanyak 56,780 teks atau 31,18%, dan Instagram 4,472 teks atau 2,46%.

Unggahan yang mengandung ujaran kebencian di Facebook dibagikan sebanyak 4 Juta kali dengan jumlah komentar sebanyak 15 juta. Di Instagram, unggahan yang mengandung ujaran kebencian disukai (love) oleh 181 juta orang dan dibagikan sebanyak 9 juta kali. Di X, cuitan unggahan kebencian dilihat sebanyak 51 miliar kali, menjangkau 5 miliar pengguna, dan dibagikan sebanyak 6 juta kali.

Pada ketiga platforms, analisis mengambil data teks (tweet, reply, dan quote tweet) di X dengan cara mengekstrak data melalui platform Brandwatch dengan sampling rate 38%. Ada juga data teks dari deskripsi unggahan melalui Facebook Page, Facebook Groups, dan Instagram dengan mengekstrak data lewat platform CrowdTangle.

Data retweet di X tidak diambil untuk menghindari masuknya data yang diamplifikasi oleh buzzer atau bots. "Adapun, data komentar pada Facebook dan Instagram tidak diambil karena tidak memungkinkan untuk diambil secarang langsung dan bersamaan,” ujar Derry.

Sekretaris AJI Indonesia, Ika Ningtyas menyebutkan AJI menginisiasi kolaborasi pemantauan ujaran kebencian untuk melihat tren ujaran kebencian secara daring dan mendorong jurnalis memproduksi pemberitaan yang mendukung keberagaman dan penguatan hak- kelompok minoritas. Peluncuran dashboard ujaran kebencian tersebut merupakan rangkaian kegiatan AJI untuk merespon Pemilu 2024.

Ujaran kebencian pada pemilu 2014 dan 2019 digunakan untuk tujuan mengerek suara pemilih sehingga memicu polarisasi. Ujaran kebencian itu berujung pada stigma, persekusi, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas.

Halaman:

Editor: B. Hartati

Sumber: AJI


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x