Network
SUMEDANG BAGUS - Khansa Syahla, nama tersebut mungkin sudah tidak asing lagi dikalangan pecinta alam ataupun pendaki gunung. Meski usianya BARU 17 tahun, Khansa telah menorehkan namanya sebagai pendaki 83 gunung di Indonesia dan di tiga benua. Bahkan beberapa diantaranya merupakan jajaran gunung tertinggi di dunia, yaitu puncak Elbrus (Rusia), Kilimanjaro (Tanzania) dan Carstens (Papua, Indonesia).
Menjadi gadis yang memiliki segudang prestasi, Khansa tidak pelit untuk membagikan sebagaian pengalamannya kepada peserta Journalist Camp, yang diadakan oleh Pikiran Rakyat Media Network bersama Eiger Adventure, di Sari Ater Resort, Subang akhir pekan lalu. Dalam kesempatan itu Khanza memberikan materi Pembekalan & Perjalanan Alam Bebas bagi pemula.
Menurutnya, hal pertama yang harus diingat dalam mendaki gunung yaitu bukan tentang menaklukkan puncaknya. Akan tetapi yang lebih penting adalah menaklukkan diri sendiri, sambil menikmati setiap jengkal perjalanannya.
Baca Juga: Eiger Adventure Mulai Rambah Material Sustainable
Hal berikutnya adalah, setiap pendaki harus mendapatkan izin dari orang tua. Ini sangat penting untuk diingatkan, terutama kepada pendaki remaja yang mungkin terlalu gegabah dengan pergi tanpa sepengetahuan orang tua.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan. Menurut Brand Ambasador dari produk perlengkapan out door Eiger Adventure ini, mulailah dengan gunung yang lebih mudah, sebelum menaklukkan gunung yang sulit. Selain itu, pengetahuan tentang bertahan hidup (survival) di alam terbuka, navigasi darat, dan lainnya juga harus dipelajari sebelum berangkat.
Riset mengenai lokasi tujuan juga perlu dilakukan sebelum berangkat. Khansa menjelaskan bahwa informasi tentang gunung yang dituju harus dipelajari terlebih dahulu dari literatur yang tersedia. “Saat ini mesin pencari goggle sudah bisa memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan,” ujarnya.
Hal berikutnya yang menjadi perhatian yaitu kebugaran fisik saat melakukan pendakian. Latihan kebugaran seperti lari dapat membantu membentuk fisik dan mental seorang pendaki.
Baca Juga: Mengenal Socio Eco Journalism Bersama Deni Yudiawan
