SUMEDANG BAGUS - Konflik agraria antara masyarakat setempat dan perkebunan sawit terus menjadi permasalahan yang meruncing di Sumatera Barat. Organisasi lingkungan Walhi Sumatera Barat bersama dengan beberapa lembaga lainnya telah melakukan kajian mendalam terkait konflik ini dengan mengambil sampel dari 25 kasus konflik yang beragam dalam dinamikanya.
Menurut Kurniawarman, seorang pakar hukum agraria dari Universitas Andalas, kondisi tanah ulayat di Sumatera Barat terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, tanah ulayat yang masih tetap berada dalam kepemilikan masyarakat adat, dan kedua, tanah yang telah berpindah ke tangan investor atau perusahaan sesuai dengan ketentuan hukum.
Baca Juga: Wulan Guritno Diusulkan Jadi Duta Anti Judi Online
Pentingnya penyelesaian konflik ini tidak bisa diabaikan, terutama karena pergerakan korporasi telah mengakibatkan hilangnya tanah ulayat di banyak tempat lain. Masyarakat pemilik ulayat harus menjadi lebih waspada dan proaktif dalam menjaga keamanan status lahan mereka.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan melakukan pendaftaran tanah ulayat secara komunal, sehingga dapat meningkatkan keamanan status lahan dan hak-hak masyarakat adat terlindungi.
Baca Juga: Terabaikan Selama 5 Tahun, Warga Jalan Sayang Jatinangor Tintut Perbaikan
Masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan konflik agraria ini dengan adil dan berkelanjutan. Kajian yang dilakukan oleh Walhi Sumatera Barat dan lembaga lainnya merupakan langkah awal untuk memahami masalah ini dengan lebih baik dan mencari solusi yang sesuai untuk semua pihak yang terlibat. Diharapkan, upaya-upaya penyelesaian konflik ini akan terus ditingkatkan guna mencapai keadilan dan keberlanjutan dalam pengelolaan lahan di Sumatera Barat.***