Baca Juga: Korban: Lebih Baik Melawan daripada Harus Mati di Tangan Begal
Secara historis, kata 'Badar' berasal dari nama sumber mata air yang terletak di antara Makkah dan Madinah.
Oleh sebab itu, pertempuran besar di bulan Ramadhan yang sangat dahsyat itu dinamakan perang Badar.
Awal-mulanya, tersiar kabar di Kota Madinah bahwa ada kafilah besar dari kaum Quraisy yang meninggalkan Syam untuk pulang ke Makkah.
Kafilah tersebut membawa barang-barang perniagaan yang nilainya sangat besar berupa 1.000 ekor unta beserta barang-barang berharga lainnya.
Baca Juga: Cara Membuat Roti John, Sangat Praktis dan Cocok Untuk Menu Buka Puasa atau Sahur
Namun sebenarnya, perang Badar sendiri merupakan penyergapan terhadapa rombongan kafilah pimpinan Abu Sufyan yang pulang sehabis berdagang di Suriah.
Pada masa itu, penyergapan di dalam perang Badar terhadap bangsa Quraisy menjadi momen penting, pasalnya sengan menghancurkan kaum musyrikin, umat Islam dapat melebarkan pengaruhnya di tanah Arab.
Seorang penulis Karen Amstrong, dalam bukunya 'Muhammad: Prophet for Our Time (2006)' menulis bahwa sebenarnya Abu Sufyan telah mendengar kabar bahwa umat Islam yang dipimpin Nabi Muhammad SAW merencanakan penyergapan terhadap kafilahnya.
Abu Sufyan pun lantas mengambil jalur yang berbeda dari biasanya. Ia beserta rombongan Quraisy lainnya akhirnya bertolak menjauhi jalur pantai Laut Merah, dan mengirim utusan untuk berangkat duluan ke Makkah demi meminta bantuan.