Pangeran Mekkah dan Tahu Sumedang

3 September 2023, 20:51 WIB
Tahu Sumedang /Foto: Instagram

SUMEDANG BAGUS - Sejarah Sumedang yang terkenal sebagai kota tahu memiliki akar yang menarik. Semuanya dimulai dari kepemimpinan Pangeran Aria Soeriaatmadja, yang lebih dikenal sebagai Pangeran Mekkah, selama masa pemerintahan Belanda dari tahun 1882 hingga 1919 Masehi.

Pangeran Mekkah adalah sosok pemimpin yang sangat karismatik di mata rakyatnya. Setiap kata-katanya memiliki daya tarik yang luar biasa, dan semua yang ia katakan selalu diikuti dan dilaksanakan oleh bawahan dan masyarakatnya. Bahkan, apa yang ia ucapkan selalu menjadi kenyataan.

Tidak heran jika Pangeran Mekkah dikatakan memiliki ilmu kebatinan yang sangat kuat. Masyarakat mengenalnya dengan ilmu "saciduh metu, saucap nyata," yang berarti bahwa apa yang ia ucapkan akan menjadi nyata.

Pangeran Mekkah juga sangat dekat dengan rakyatnya. Ia sering bertemu langsung dengan mereka untuk mengetahui keadaan, keinginan, harapan, dan keluh kesah mereka. Ia juga memiliki kebiasaan "Ngaronda" atau inspeksi mendadak seperti yang dikenal sekarang.

Suatu hari, Pangeran Mekkah melakukan kunjungan ke kawasan perekonomian di daerah Tegalkalong, yang sekarang masuk ke wilayah Kecamatan Sumedang Utara. Ketika berjalan-jalan, ia mencium aroma makanan yang sangat lezat dan menggoda hidungnya.

Pangeran Mekkah pun penasaran dan mengikuti aroma tersebut hingga sampai di sebuah toko kecil di Jalan Sebelas April, Tegalkalong. Aroma tersebut ternyata berasal dari penggorengan tahu di toko milik Babah Bungkeng (nama aslinya Ong Bun Keng), seorang warga Sumedang keturunan Tiongkok.

Setelah melihat dari dekat, Pangeran Mekkah baru menyadari bahwa aroma yang menggoda itu berasal dari proses penggorengan tahu. Namun, tahu pada saat itu masih menjadi makanan yang asing di Sumedang.

Baca Juga: DPKP Isisiasi Gerakan Pangan Murah di Setiap Kecamatan

Kisah ini juga diceritakan oleh cucu Ong Bun Keng, Suryadi, yang kami temui di pusat produksi "Tahu Bungkeng" di Jalan Sebelas April No. 53, Sumedang. Menurutnya, "Tahu Bungkeng" mulai terkenal ketika kakeknya, Ong Bun Keng, datang ke Sumedang pada tahun 1917 dengan niat memproduksi tahu. Pada awalnya, produksi tahu masih dalam tahap eksperimen, sehingga jumlah tahu yang dihasilkan sangat terbatas.

Suryadi menjelaskan bahwa pada masa itu, orang Sunda belum terlalu familiar dengan makanan tahu buatan etnis Tionghoa seperti yang dihasilkan oleh kakeknya. Namun, perubahan besar terjadi ketika Pangeran Mekkah, Pangeran Aria Soeriaatmadja, berkunjung ke Situraja menggunakan keretek (delman).

Ketika Pangeran Mekkah melintas di depan toko Ong Bun Keng di daerah Tegalkalong, ia mencium aroma yang sangat menggugah selera dari proses penggorengan tahu. Tidak bisa menahan godaan, Pangeran Mekkah berhenti dan mencicipi tahu buatan Ong Bun Keng. Dalam pujian, Pangeran Mekkah berkata, "Ngenah tahu teh, pasti bakal payu" (artinya, tahu ini enak, pasti akan laku keras).

Sejak saat itu, penjualan tahu Sumedang, terutama "Tahu Bungkeng," mulai tumbuh pesat hingga mencapai puncaknya sebagai makanan yang sangat diminati. Tahu Sumedang, dengan cita rasa lezatnya, menjadi terkenal di berbagai tempat.

Seiring berjalannya waktu, tahu Sumedang menjadi salah satu ciri khas dan ikon kuliner Kabupaten Sumedang, sejajar dengan dodol garut. Suryadi menambahkan bahwa ia tidak pernah membayangkan bahwa "Tahu Bungkeng" bisa menjadi begitu terkenal seperti saat ini. Menurutnya, popularitas tahu Sumedang, khususnya "Tahu Bungkeng," meningkat pesat pada tahun 1990-an dan sejak itu tahu Sumedang menjadi makanan khas yang sangat terkenal, setara dengan dodol garut.*** (ditulis ulang dari Pikiran Rakyat: Adang Jukardi)

 

Editor: Helmi Surya

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler