Salah satunya, Hamas, faksi garis keras Islam yang menjadi rival Abbas di dalam negeri, menyambut baik pengumuman tersebut.
"Kami telah berusaha menghadapi seluruh tantangan selama beberapa bulan terakhir sehingga kita dapat tiba di hari ini (menggelar pemilu, red)," kata Hamas melalui pernyataan tertulisnya.
Hamas mendorong pemerintah menggelar pemilu yang adil sehingga rakyat dapat menentukan pilihannya tanpa hambatan atau tekanan.
Menanggapi pengumuman Palestina, seorang pengamat wilayah Gaza, Hani Habib mengatakan Palestina ingin menyampaikan pesan kepada pemerintah AS yang baru bahwa mereka siap bekerja sama.
Baca Juga: 5 Film Asia Mampu Merayakan Indahnya Masa Muda, dari Midnight Runner hingga My Best Summer
Hanya saja, seorang pengamat senior Tepi Barat, Hani al-Masri, ragu bahwa pemilu akan benar-benar berlangsung.
Al-Masri mengatakan pemilu sulit digelar karena masih ada perpecahan dari dalam, antara Fatah dan Hamas. Kemudian dari luar, sejumlah negara seperti AS, Uni Eropa, dan Israel akan menentang adanya pemerintahan di Palestina dan keterlibatan Hamas, yang dicap sebagai grup teroris.
"Apakah (pemilu, red) itu akan mengakhiri atau meneruskan perpecahan ... dan apakah hasilnya nanti akan diterima oleh warga Palestina, Israel, dan AS?" Masri mengajukan pertanyaan itu lewat unggahan di akun media sosialnya.
Baca Juga: Kado Manis Ganda Putri, Pecahkan Rekor Indonesia Juara Super 1000 di Yonex Thailand Open 2021
Jika menilik ke belakang, Palestina sempat mengadakan pemilihan parlemen pada 2006 yang dimenangkan oleh Hamas dan hasil mengejutkan itu menyebabkan konflik internal di Palestina kian dalam, khususnya setelah Hamas mengambil alih kendali militer di Gaza pada 2007.