“Fenomena likuefaksi berupa aliran yang dapat menyebabkan gerakan tanah atau tanah bergerak, dapat terjadi apabila beberapa persyaratan terpenuhi. Yaitu, kondisi litologi penyusun, morfologi, muka air tanah, dan gempa bumi sebagai pemicu terjadinya likuefaksi,” tutur dia.
Hasil analisis sementara, lanjut Eko, untuk mekanisme likuefaksi aliran ini berdasarkan informasi media dan kondisi geologi di daerah Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Pasaman.
Baca Juga: Reklame Roboh Tertiup Angin di Bandung, Dua Pengendara Jadi Korban
Likuefaksi tipe aliran ini, kata dia, dapat terjadi karena kondisi material tanah yang sangat jenuh air dan relatif dangkal pada dan material ini bersumber dari hasil litologi rombakan bagian hulunya.
Sifat material hasil rombakan ini, ditambahkan Eko, kemungkinan bersifat non plastis sampai sedikit plastis, kurang padu dan berada dalam kondisi jenuh air.
“Selain itu, kemiringan lereng yang relatif landai mengarah ke Sungai Batang Timah adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadi pergerakan mengalir dengan pemicu guncangan yang sangat kuat. Sehingga mengurai dan menghancurkan kekuatan tanah aslinya,” ucap Eko.
Masih dikatakan dia, setelah gempa mengguncang Pasaman dan Pasaman Barat itu terjadi, hal tersebut berpotensi juga mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan. Seperti di antaranya retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah, dan likuefaksi.
“Peluang terjadinya likuefaksi dapat terjadi khususnya di daerah dataran dan sedikit landai. Pada umumnya, kerentanan likuefaksinya sedang. Artinya, yaitu zona kerentanan yang dapat mengalami likuefaksi secara tidak merata dan struktur tanah umumnya rusak,” ucap Eko.
Secara umum, beberapa daerah yang mengalami kerusakan tanah pondasi intensif yaitu sepanjang pantai, bantaran sungai, dan dataran yang memiliki kedalaman muka air tanah yang dangkal kurang dari 10 meter.