Presiden Jokowi Meminta Industri Jasa Keuangan Belajar dari Krisis Keuangan di Masa Lalu

- 21 Februari 2024, 08:48 WIB
Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta Selasa 20 Februari 2024
Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta Selasa 20 Februari 2024 /istimewa

SUMEDANG BAGUS -- Meski ada potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga. Terjaganya stabikitas sektir jasa keuangan didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.

Arah kebijakan OJK 2024 disampaikan pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) yang digelar di Jakarta, pada Selasa 20 Februari 2024 dan dihadiri Presiden RI Joko Widodo. Dalam acara itu OJK juga meluncurkan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).

Baca Juga: Ini Tanggapan OJK Soal Isu Pembayaran Uang Kuliah Mahasiswa ITB yang Gunakan Pinjol

Pada kesempatan PTIJK tersebut, Presiden RI mengapresiasi OJK dan kerja sama seluruh pihak dalam memajukan dan mewujudkan resiliensi industri jasa keuangan Indonesia. Dalam arahannya, Presiden RI menyampaikan untuk terus belajar dari krisis keuangan di masa lalu dan agar tetap waspada dalam menjaga industri jasa keuangan dan perekonomian, terus meningkatkan tingkat literasi dan inklusi keuangan serta dukungan terhadap pembiayaan UMKM dan keuangan berkelanjutan.

"Saya mengapresiasi penyempurnaan taknonomi berkelanjutan Indonesia yang diluncurkan tadi oleh Ketua OJK sehingga inisiatif keuangan hijau bisa menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan inklusivitas. Terima kasih atas dedikasi Bapak/Ibu dan kerja keras OJK dalam memajukan sektor keuangan," kata Presiden.

OJK menilai saat ini ketidakpastian perekonomian global mulai menurun, namun masih terjadi divergensi pemulihan antarnegara. Indikator perekonomian menunjukkan pertumbuhan ekonomi termoderasi di beberapa negara, khususnya di Uni Eropa dan Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi mendorong inflasi turun mendekati target inflasi sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.

Di AS, The Fed mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps di 2024 dengan pasar menilai ekonomi AS masih cukup resilient dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi. Namun,, pasar masih mencermati perkembangan geopolitik ke depan, seperti eskalasi ketegangan di laut merah imbas dari konflik Timur Tengah, serta penyelenggaraan pemilihan umum sepanjang tahun 2024 yang mencakup 50 persen populasi dunia terutama di beberapa negara utama seperti AS, Uni Eropa, India, dan Taiwan serta pemulihan ekonomi Tiongkok.

Secara umum sentimen di pasar keuangan global cenderung positif sejak Desember 2023 didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan perkiraan soft landing di AS, sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan menjadi penopang penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia. Volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau menurun.

Di domestik, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif, di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang masih surplus dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif. Tingkat inflasi juga terjaga rendah pada tahun 2023 di level 2,61 persen yoy. Namun, masih perlu dicermati perkembangan permintaan domestik ke depan seiring masih berlanjutnya penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen, serta melandainya pertumbuhan penjualan ritel dan kendaraan bermotor.***

Editor: B. Hartati

Sumber: Rilis


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah