Bagaimana Nasib KCJB? Akankah Pengoperasiannya di Tahun 2023 Bisa Terwujud?

- 25 Januari 2022, 12:00 WIB
Pengangkutan perdana batang-batang rel yang akan digunakan di sepanjang trase Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), di Depo Kereta Cepat Tegalluar, Kab. Bandung, Rabu 7 April 2021./Darma Legi/Galamedia
Pengangkutan perdana batang-batang rel yang akan digunakan di sepanjang trase Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), di Depo Kereta Cepat Tegalluar, Kab. Bandung, Rabu 7 April 2021./Darma Legi/Galamedia /

SUMEDANGKLIK - Sejak awal, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menuai sejumlah kontroversi. Mulai dari proses pembangunannya, hingga konroversi yang dikaitkan dengan namanya. 

Pada awal pembangunannya, nama yang digembor-gemborkan adalah Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Namun belakangan, nama KCIC justru lebih dilekatkan pada perusahan patungan Indonesia-China. 

Wakil Ketua Pansus VI DPRD Jabar, Daddy Rohandy akhirnya angkat bicara. Daddy pun tak menampik jika pembangunan KCJB sedari awal memang menimbulkan kontroversi. Selain mengenai nama, rencana awal diluncurkannya, ada empat transit oriented develompent (TOD). Dari keempatnya, satu berada di DKI Jakarta, yakni Halim dan tiga di Provinsi Jawa Barat, yakni di Karawang, Walini, dan Tegalluar.

Baca Juga: Juni 2022, Seluruh Ruas Tol Cisumdawu Sepanjang 62 Kilometer Rampung Dibangun

"Dalam perkembangannya,  TOD Walini justru ditunda lebih dahulu. Kementerian Perhubungan (Kemenhub), menilai Padalarang lebih pas daripada Walini. Hanya saja, salah satu syaratnya untuk mengoptimalkan TOD Padalarang adalah harus ada feeder dari Kebon Kawung untuk melayani Bandung dan Cimahi," kata Daddy kepada Sumedangklik.com, Selasa 25 Januari 2022. 

Padahal, kata dia, di kawasan Walini sudah beredar banyak pihak yang berusaha membebaskan lahan. Hal itu bisa dipahami mengingat rencana awal di TOD Walini pada awalnya akan dikembangkan menjadi alternatif pengganti Ibu Kota Jawa Barat.

"Bahkan ada renana dibangun pula kampus Institut Teknologi Bandung (ITB). Dengan demikian, dibutuhkan lahan lebih dari seribu hektare," katanya. 

Baca Juga: KPU RI dan Kemendagri Sepakat Pemilu 2024 Diselenggarakan Tepat di Hari Valentine

Di sisi lain, dengan ditambahnya TOD Padalarang, Politisi Gerindra ini mengatakan, dibutuhkan pula kerja sama dengan manajemen Kota Baru Parahyangan. Dengan bergitu dipastikan akan  dibutuhkan banyak penyesuaian.

Meskipun demikian, Daddy menilai jika Padalarang lebih strategis. Padalarang dianggap lebih potensial menjadi titik pertemuan dari banyak lokasi, sehingga lebih potensial pula untuk menjaring penumpang.

"Trase KCJB pada awalnya disetting sejajar jalan tol. Namun, kalau itu yang dipilih, bisa berbahaya. Tikungan di Karawang terlalu tajam. Dengan kecepatan bisa mencapai 350 km/jam, tikungan bisa dipastikan akan membahayakan keselamatan penumpang KCJB," katanya. 

Baca Juga: Mendagri Ungkap Bentuk Tindak Pidana Korupsi yang Paling Banyak Terjadi di Pemerintahan

Menurut Daddy, pergeseran trase dan TOD Karawang ke bagian selatan dipastikan akan memberi manfaat lain. Dengan pilihan itu, perkemangan Karawang Selatan juga lebih terakselerasi.

"Ini berarti TOD Karawang diharapkan juga sekaligus sebagai pendorong percepatan pengembangan kawasan," ujar Daddy. 

Sementara, TOD Halim merupakan satu-satunya stasiun elevated. Dengan luas sekitar 7,5 hektare, menjadikan TOD Halim sebagai stasiun yang sangat menarik karena berada di perbatasan Jakarta Timur dan Jakarta Pusat. Stasiun ini, kata dia, juga diharapkan menjadi stasiun terpadu yang akan menjadi salah satu stasiun wisata. 

KCJB juga diharapkan menjadi kebanggaan masyarakat. Sebab, kontribusi KCJB juga tidak sedikit. "Hingga akhir Desember 2021 saja sudah Rp3 triliun lebih. Halim saja bisa Rp1,5 triliun untuk pembebasan lahan," katanya. 

Baca Juga: DPR Sahkan Undang-undang Ibu Kota Negara, Anggaran Pembangunan Disorot

KCJB dari DKI akan melintasi 8 kota/kabupaten di Jawa Barat. Konsekuensinya, pasti akan menggunakan lahan untuk pembangunan setiap TOD. Dengan begitu, pembangunan TOD diharapkan harus memperhatikan heritage di sekitarnya. Selain itu, pembangunan trase double track sepanjang 142,3 km itu tidak lantas mengorbankan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) Jabar.

Menurut Daddy, dengan kecepatan 350 km/jam, KCJB hanya bisa melintas di jalur Karawang-Padalarang. KCJB sendiri memiliki dua tipe jarak tempuh. Tipe pertama, KCJB  berangkat dari TOD Halim langsung ke TOD Padalarang dengan estimasi waktu temmpu selama 36 menit. Sementara tipe kedua, akan dari TOD Halim menuju TOD Karawang denga  waktu tempuh 45 menit. 

"Nantinya, setiap hari KCJB beroperasi 68 perjalanan dengan kapasitas penumpang sekitar 600 orang, tarif satu trip per penumpang diperkirakan berkisar Rp250.000-Rp350.000. Per tanggal 19 Januari 2021 saja, progres pembangunan sudah mencapai 79,9%. Semoga target beroperasi pada Juni 2023 bisa terwujud," kata Daddy.***

Editor: R Wisnu Saputra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah