Sudirja, seorang warga Cibitung, mengungkapkan, "Air bersih di rumah kosong, musim kemarau ini kekeringan." Ia kemudian memutuskan untuk pergi ke pegunungan di wilayah Karawang Selatan, membawa sekitar 16 galon kosong untuk mengisi air bersih.
Baca Juga: Pemerintah Provinsi Jawa Barat Bantu Nelayan dengan Pembangunan Dermaga Apung di Sukabumi
Kekeringan yang melanda daerahnya telah membuat harga air bersih di sekitarnya melonjak drastis, mencapai Rp7 ribu hingga Rp10 ribu per galon. Selain itu, kualitas air yang dihasilkan oleh sumber alam seperti Gunung Cipaga dinilai lebih baik dibandingkan dengan air yang harus dibeli dari isi ulang. Air dari sumber alam cenderung tetap bersih dan jernih selama penyimpanan yang lebih lama, sementara air isi ulang lebih mudah keruh dan berlumut.
Sudirja juga mengingatkan bahwa masalah kekeringan dan kelangkaan air bersih tidak hanya terjadi di daerahnya. Beberapa daerah lain di Kabupaten Bekasi juga mengalami kondisi serupa.
Sementara itu, dalam perjalanan mencari air bersih di Gunung Cipaga, Sudirja ditemui oleh politisi Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, yang kebetulan sedang melintasi daerah tersebut. Dedi Mulyadi mengangkat isu tersebut sebagai perhatian penting bagi pemerintah. Ia menekankan bahwa kekayaan alam Gunung Cipaga harus dilindungi dari potensi kerusakan yang bisa disebabkan oleh aktivitas tambang yang masif.
Bencana kekeringan yang terjadi selama musim kemarau panjang itu disebabkan oleh fenomena El Nino. Selain Kabupaten Bekasi, kekeringan juga melanda empat kecamatan di wilayah Karawang, menambah keseriusan situasi tersebut yang harus segera diatasi oleh pemerintah setempat.
Situasi tersebut membutuhkan upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan pasokan air bersih yang memadai dan melindungi sumber air alami yang berharga bagi wilayah itu.***