Sejarah Thrift Shop Di Dunia dan Indonesia (Bagian Dua)

- 13 Maret 2023, 20:25 WIB
Event Thrift Terbesar di Salatiga, SSM Salatiga Second Market 2022 : Dihadiri Lebih Dari 60 Tenant
Event Thrift Terbesar di Salatiga, SSM Salatiga Second Market 2022 : Dihadiri Lebih Dari 60 Tenant /toricisss/Salatiga Terkini

SUMEDANG BAGUS -  Sejak revolusi 1.0 tersebut, perjalanan thrift shop melalui beberapa babak diantaranya;

Era produksi massal pertama pada akhir abad 19, mulailah diperkenalkan mass-production of clothing (produksi pakaian secara massal) yang mana menggeser cara pandang masyarakat saat itu tentang dunia fesyen. Karena melimpahnya hasil produksi membuat harga pakaian sangat murah dan melahirkan anggapan bahwa pakaian tersebut adalah barang yang sekali pakai lalu dibuang (disposable).

Menurut sejarawan Le Zotte dalam karyanya From Goodwill to Grunge: A History of Secondhand Styles and Alternative Economies mengatakan bahwa ketika penduduk kota semakin bertumbuh, namun lahan tempat tinggal terbatas, maka membuang barang-barang seperti pakaian adalah jalan pintas.

Baca Juga: Sejarah Thrift Shop Di Dunia Dan Indonesia (Bagian Satu)

Era Charity Shop (Lembaga Amal) fenomena menumpuknya pakaian - pakaian yang dibuang ini ditangkap oleh komunitas keagamaan sebagai ide bisnis yang dapat menghasilkan uang. Muncullah nama-nama seperti Salvation Army tahun 1897 dan disusul Goodwill 5 tahun berikutnya pada 1902. Kedua NGO tersebut mencoba mengumpulkan pakaian bekas dari para warga dan sebagai imbalannya, mereka mendapat makanan dan penginapan (shelter). Namun di benua berbeda, tepatnya di Inggris, organisasi amal serupa dinilai lebih dulu muncul dan dianggap sebagai pelopor pengumpulan barang bekas, yaitu Wolverhampton Society for the Blind, menurut laman trvst.world.

Era Great Depression (Krisis Amerika 1920) dan perang dunia ketika great depression melanda Amerika, banyak orang kehilangan pekerjaan dan tentu saja berefek pada menurunya daya beli masyarakat termasuk membeli pakaian baru. Maka berburu pakaian bekas di thrift shop adalah alternatif. Sedangkan untuk orang yang yang berkecukupan, tempat ini dijadikan untuk donasi. Selain itu, perang dunia I dan II juga berkontribusi terhadap penggunaan pakaian bekas sebab bahan baku untuk pakaian baru mengalami kelangkaan. Meningkatnya permintaan akan pakaian bekas mengubah pakem thrift shop dari “tempat donasi” menjadi toko serba ada (department store). Salah satu thrift shop yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah Goodwill. Toko ini menjadi thrift shop terbesar di Amerika kala itu. Bahkan tahun 1935 Goodwill telah memiliki hampir 100 toko di seluruh Amerika dan memiliki armada truk yang siap mengumpulkan sekaligus menyuplai pakaian dan peralatan rumah tangga ke lebih 1000 rumah tangga Amerika.

Baca Juga: Barang Thrift Shop Akan Disita Dan Dimusnahkan

Era 90-an - Popularitas Grunge Style dan Kurt Cobain Tahun 90an acapkali ditandai sebagai era Grunge, yakni satu aliran musik pop rock alternatif dari Amerika dan nama Kurt Cobain dianggap sebagai representasi genre ini sekaligus panutan setiap remaja dimasa itu. Bersama sang istri, Courtney Love, Kurt Cobain yang identik dengan setelan ripped jeans, flanel shirt, dan layering yang cukup banyak dinilai secara tidak langsung mempromosikan “thrifting style”. Untuk mewujudkan setelan style tersebut, Kurt Cobain mesti berburu barang-barang seperti itu di thrift shop, karena toko retail saat itu belum menjual pakaian yang semacam ini. (Bersambung)***

 

Editor: Helmi Surya

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x